
Endang Pristiwati, mantan teller bank milik negara, akhirnya ditangkap oleh tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah pada Minggu (4/5/2025) malam di wilayah Bandar Lampung.
Endang sebelumnya telah divonis secara in absentia oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjung Karang pada tahun 2017, dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Menurut Kepala Seksi Intelijen Kejari Lampung Tengah, Alfa Dera, Endang terbukti menyalahgunakan kewenangannya sebagai teller dengan menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pihak bank. Dana yang dikorupsinya mencapai Rp 2 miliar.
“Pengakuannya, dana itu habis untuk digandakan ke dukun,” ujar Alfa saat dihubungi pada Selasa (6/5/2025) siang.
Modus yang digunakan Endang tergolong rapi. Ia menggunakan akses dan posisinya di bank untuk mencairkan dana nasabah secara ilegal.
Tindakannya itu tidak terdeteksi dalam waktu singkat hingga akhirnya terendus oleh internal bank dan dilaporkan ke aparat penegak hukum.
Bagaimana Perjalanan Pelarian Selama 8 Tahun?
Setelah kasusnya mulai diselidiki pada tahun 2017, Endang menghilang dan memulai pelariannya.
Alfa mengungkapkan bahwa pelacakan terhadap keberadaan Endang sempat dilakukan beberapa kali, namun ia selalu berhasil lolos.
Dalam delapan tahun masa pelariannya, Endang diketahui berpindah-pindah lokasi dan bahkan mengganti identitasnya menjadi Widyastuti.
“Setidaknya, dia berpindah tempat empat kali. Dari Lampung Tengah ke Magelang, kemudian ke Wonosobo, lalu kembali lagi ke Lampung, ke Kabupaten Pesawaran,” jelas Alfa.
Lokasi terakhir Endang sebelum ditangkap adalah di sebuah perumahan di kawasan Pinang Jaya, Bandar Lampung, tepatnya di rumah anaknya.
Identitas baru yang digunakannya serta mobilitas tinggi membuat penangkapan menjadi sulit. Namun, melalui serangkaian penyelidikan intensif, tim Kejari akhirnya berhasil melacak dan menangkapnya tanpa perlawanan.
Apa Saja Konsekuensi Hukum yang Dihadapi Endang?
Vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Tanjung Karang tetap berlaku. Endang harus menjalani hukuman 10 tahun penjara serta membayar denda Rp 200 juta.
Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan digantikan dengan pidana tambahan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Kasus ini juga menjadi peringatan keras bagi sektor perbankan, terutama dalam hal pengawasan internal terhadap aktivitas karyawan yang memiliki akses langsung terhadap dana nasabah.
Alfa menyatakan, kejaksaan terus berkomitmen menindak tegas para pelaku tindak pidana korupsi, termasuk yang mencoba menghindari hukuman melalui pelarian panjang.
“Ini menjadi bukti bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman bagi buronan. Keadilan pada akhirnya akan menemukan jalannya,” tegasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Akal Bulus Eks Teller Bank BUMN Korupsi Rp 2 Miliar, Ngaku Ditipu Dukun Pengganda Uang”.
Leave a Reply