
Pasar Cinde di Palembang bukan sekadar tempat transaksi jual beli. Di balik bangunan dan hiruk-pikuk pasar, tersimpan sejarah panjang sejak era Kesultanan hingga dinamika pembangunan modern yang menuai kontroversi.
Asal Usul Nama Cinde: Jejak Sejarah dari Zaman Kesultanan
Menurut Pemerhati Sejarah Kota Palembang, Rd Muhammad Ikhsan, nama “Cinde” diyakini berasal dari petilasan Pangeran Ario Kesumo Abdulrohim semasa muda, yang bernama Kimas Hindi.
Pelafalan “Hindi” dalam aksara Arab berbahasa Melayu bisa saja berubah menjadi “Cinde” karena perbedaan antara tulisan dan ucapan.
Petilasan tersebut kemudian dijadikan makam di wilayah Cinde Welang, dan tokoh yang dimakamkan di sana adalah Sultan Susuhunan Abdurrahman Candi Walang.
Kawasan itu dulu merupakan area pemakaman luas sekitar seratus tahun yang lalu.
Keterangan ini diperoleh dari penuturan lisan RM Husein Natodiradjo, yang kemudian dicatat oleh Ikhsan dalam bukunya Palembang dari Waktoe ke Waktu.
“Setiap kelompok keluarga dari zuriat sultan dan bangsawan Palembang memiliki ungkonan sendiri. Ungkonan makam yang beratap disebut gubah, sementara yang tanpa atap disebut jambangan,” kata Ikhsan.
Banyak tokoh bangsawan bergelar Raden, Masagus, Kemas, atau Kiagus juga dimakamkan di sana, dan hingga kini masih dapat ditemukan prasasti-prasasti makam di kawasan tersebut.
Ikhsan menjelaskan bahwa area pemakaman ini membentang luas dari sekitar makam Sunan di dekat Pasar Cinde hingga ke Jalan Cinde Welang, International Plaza, Jalan Serelo, Jalan Kebun Jahe, Kolonel Atmo, hingga Angsoko.
“Jangan heran jika sampai sekarang masih ada ungkonan-ungkonan makam berdampingan dengan bangunan toko di kawasan itu,” tambahnya.

Kompas/Adrian Fajriansyah (DRI)
14-05-2017
Dari Pemakaman ke Pusat Perdagangan: Lahirnya Pasar Lingkis
Sejak 1916, Pemerintah Kotapraja Gementee Palembang menutup kawasan tersebut sebagai pemakaman dan membuka pemakaman umum baru seperti Kandang Kawat Dukuh, Talang Ilir, Kamboja, dan Puncak Sekuning.
Sebelum berdiri permanen pada 1958, pasar ini dikenal sebagai Pasar Lingkis, yang diyakini berasal dari banyaknya pedagang asal Lingkis (OKI) yang berdagang di sana. Bahkan nama Lingkis kini diabadikan menjadi nama lorong di Jalan KS Tubun.
Di sekitar Pasar Cinde juga ada Lorong Pemulutan. “Bisa jadi selain orang Lingkis, juga banyak orang Pemulutan yang berperan di awal terbentuknya kawasan perdagangan ini,” terang Ikhsan.
Dari Sengketa Lahan hingga Gaya Arsitektur Modern
Mengutip biografi Wali Kota H.M. Ali Amin (Kesan-kesan dalam Kehidupan dan Dalam Berkarya…, 1998), pembangunan Pasar Cinde dimulai karena kondisi pasar lama yang kumuh dan tidak tertata. Lokasinya saat itu berada di tengah jalan yang kini berdiri Monumen Perjuangan.
Pemindahan pasar mengalami kendala pembebasan lahan karena tanah tersebut milik keluarga Lim dan tengah dalam sengketa waris.
Leave a Reply