
Suparta, terdakwa dalam kasus besar tata niaga komoditas timah yang disebut merugikan negara hingga Rp 300 triliun, meninggal dunia di RSUD Cibinong, Bogor, pada Senin (28/4/2025) sekitar pukul 18.05 WIB.
Hingga kini, belum diketahui secara pasti apa penyebab meninggalnya Suparta.
“Penyebab meninggalnya belum ada info,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, kepada awak media, Senin malam.
Profil Suparta dan Kiprahnya di Dunia Tambang Timah
Nama Suparta mungkin terdengar asing bagi masyarakat umum, termasuk di Bangka Belitung, tempat ia membangun smelter PT Refined Bangka Tin (RBT). Namun, di kalangan pelaku usaha tambang, namanya cukup dikenal.
Suparta adalah Direktur dan pemegang saham utama PT RBT dengan kepemilikan mencapai 73 persen.
Smelter miliknya berlokasi di Sungailiat, Kabupaten Bangka. Lewat perusahaan inilah, Suparta disebut menerima aliran dana hasil korupsi sebesar Rp 4,5 triliun—angka tertinggi dibanding terdakwa lainnya.
Kedekatan dengan Harvey Moeis
Suparta diketahui telah lama menjalin hubungan pertemanan dengan Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi. Mereka sama-sama pernah berkecimpung di bisnis batubara sejak 2012–2013.
Tahun 2016, Suparta mengabari Harvey bahwa ia telah mengambil alih perusahaan timah di Bangka Belitung.
Mengetahui Harvey akan menikah dengan Sandra Dewi, yang berasal dari daerah tersebut, Suparta mengajaknya untuk ikut dalam bisnis timah. Harvey saat itu memilih untuk mempelajari lebih dulu.
Meski awalnya tidak ikut terlibat langsung, Harvey akhirnya menjadi penghubung antara PT RBT milik Suparta dengan PT Timah.
Proses Hukum: Dari Penahanan hingga Meninggal Dunia
Suparta resmi menjadi tersangka kasus korupsi timah dan ditahan Kejaksaan Agung pada Rabu (21/2/2024). Enam bulan kemudian, pada Rabu (21/8/2024), ia menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ia didakwa terlibat dalam skema korupsi pengelolaan timah yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun. Suparta juga dituding menerima bagian dari hasil korupsi senilai Rp 4,5 triliun.
Jaksa pun menuntutnya dengan hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Jaksa juga menuntut agar ia membayar uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun. Bila tak mampu membayar dalam sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap, hartanya bisa disita dan dilelang. Jika harta tidak mencukupi, ia harus menjalani pidana tambahan 8 tahun penjara.
Namun, dalam putusan tingkat pertama yang dibacakan pada Senin (23/12/2024), hakim hanya menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 4.571.438.592.561.
Leave a Reply