
Gunung Rinjani yang terletak di timur laut Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, dikenal sebagai salah satu destinasi pendakian populer di Indonesia. Namun, di balik keindahan panoramanya, Rinjani menyimpan potensi bahaya, terutama dari sisi perubahan cuaca ekstrem dan mendadak.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa fenomena cuaca yang cepat berubah merupakan hal yang wajar di kawasan pegunungan seperti Rinjani.
“Perubahan cuaca dalam hal ini kondisi berawan-cerah-berawan di wilayah sekitar puncak gunung adalah hal yang wajar,” ungkap Ketua Tim Data dan Analisis Stasiun Klimatologi BMKG NTB, Bastian Andriano, Kamis (26/6/2025) dikutip dari Antara.
Menurut Bastian, perubahan cepat ini disebabkan oleh kecepatan angin yang lebih tinggi di ketinggian dibandingkan permukaan darat.
Udara yang bergerak ke puncak gunung juga mengalami pendinginan, membentuk awan-awan orografis akibat topografi gunung yang menjulang.
Hal ini jadi salah satu penyebab evakuasi pendaki Brasil sulit dilakukan. Diketahui, pada Sabtu (21/6/2025), pendaki Brasil, Juliana Marins, dilaporkan terjatuh ke lereng Gunung Rinjani dengan kedalaman sekitar 600 meter.
Insiden ini terjadi di wilayah Cemara Nunggal, dalam kondisi cuaca yang dilaporkan tidak bersahabat.
Tim SAR gabungan langsung dikerahkan sejak Sabtu pagi, namun upaya evakuasi terkendala cuaca ekstrem seperti kabut tebal, angin kencang, dan hujan. Penggunaan helikopter pun dibatalkan karena kondisi visual yang terbatas.
Bagaimana Proses Evakuasi Dilakukan?

Kepala Basarnas, Marsdya TNI Mohammad Syafii, menyebut bahwa evakuasi dilakukan dengan peralatan manual dan teknik vertical rescue.
“Saya pastikan bahwa kejadian ini direspons sangat cepat oleh berbagai rekan potensi SAR di wilayah Mataram,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (24/6/2025).
Tim SAR memulai pencarian pukul 10.21 WITA dengan lima tim penyelamat dan perlengkapan vertical rescue.
Namun, medan terjal dan dalamnya jurang menyulitkan operasi. Panjang tali yang tersedia hanya 250 meter, sehingga perlu disambung untuk mencapai titik jatuh korban.
Pada Senin (23/6), drone thermal berhasil mendeteksi posisi tubuh Juliana yang sudah tak bergerak. Baru pada Rabu (25/6), pukul 13.51 WITA, tim SAR dapat mengevakuasi jenazah menggunakan teknik lifting.
“Kedalaman sejauh 400–500 meter ini memang bukan sesuatu yang gampang. Tambatan tali tidak memungkinkan untuk dipasang dengan aman,” terang Syafii.
Selain itu, tipisnya oksigen di ketinggian 9.000 kaki turut memperlambat gerakan tim.
Setelah jenazah berhasil diangkat, korban ditandu ke Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) melalui Pos Pelawangan dan Posko Sembalun, sebelum dibawa ke RS Bhayangkara Polda NTB.
“Kami turut berduka cita atas kejadian ini dan berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu evakuasi di medan yang sangat sulit,” tutup Syafii.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Dikecam Warganet Brasil, Basarnas Jawab Kritik atas Lambatnya Evakuasi Pendaki Juliana Marins“.
Leave a Reply